Definisi Cinta
Imam Ibnu Qayyim mengatakan, "Tidak ada batasan cinta yang
lebih jelas daripada kata cinta itu sendiri; memba-tasinya justru hanya akan
menambah kabur dan kering maknanya. Maka ba-tasan dan penjelasan cinta tersebut
tidak bisa dilukiskan hakikatnya secara jelas, kecuali dengan kata cinta itu
sendiri.
Kebanyakan orang hanya membe-rikan penjelasan dalam hal
sebab-musabab, konsekuensi, tanda-tanda, penguat-penguat dan buah dari cinta
serta hukum-hukumnya. Maka batasan dan gambaran cinta yang mereka berikan
berputar pada enam hal di atas walaupun masing-masing berbeda dalam
pendefinisiannya, tergantung kepada pengetahuan,kedudukan, keadaan dan
penguasaannya terhadap masalah ini. (Madarijus-Salikin 3/11)
Beberapa definisi cinta:
1. Kecenderungan seluruh hati yang terus-menerus (kepada yang
dicintai).
2. Kesediaan hati menerima segala keinginan orang yang dicintainya.
3. Kecenderungan sepenuh hati untuk lebih mengutamakan dia daripada
diri dan harta sendiri, seia sekata dengannya baik dengan sembunyi-sebunyi
maupun terang-terangan, kemudian merasa bahwa kecintaan tersebut masih kurang.
4. Mengembaranya hati karena men-cari yang dicintai sementara lisan
senantiasa menyebut-nyebut namanya.
5. Menyibukkan diri untuk menge-nang yang dicintainya dan
menghinakan diri kepadanya.
PEMBAGIAN CINTA
1. Cinta ibadah
Ialah kecintaan yang menyebabkan timbulnya perasaan hina
kepadaNya dan mengagungkanNya serta bersema-ngatnya hati untuk menjalankan
segala perintahNya dan menjauhi segala larangaNya.
Cinta yang demikian merupakan pokok keimanan dan tauhid yang pelakunya akan
mendapatkan keutamaan-keutamaan yang tidak terhingga.
Jika ini semua diberikan kepada selain Allah maka dia terjerumus ke dalam cinta
yang bermakna syirik, yaitu menyekutukan Allah dalam hal cinta.
2. Cinta karena Allah
Seperti mencintai sesuatu yang dicintai Allah, baik berupa tempat tertentu,
waktu tertentu, orang tertentu, amal perbuatan, ucapan dan yang semisalnya.
Cinta yang demikian termasuk cinta dalam rangka mencintai Allah.
3. Cinta yang sesuai dengan tabi'at (manusiawi),
yang termasuk ke dalam cintai jenis ini ialah:
a. Kasih-sayang, seperti kasih-sayangnya orang tua kepada anaknya
dan sayangnya orang kepada fakir-miskin atau orang sakit.
b. Cinta yang bermakna segan dan hormat, namun tidak termasuk dalam
jenis ibadah, seperti kecintaan seorang anak kepada orang tuanya, murid kepada
pengajarnya atau syaikhnya, dan yang semisalnya.
c. Kecintaan (kesenangan) manusia kepada kebutuhan sehari-hari yang
akan membahayakan dirinya kalau tidak dipenuhi, seperti kesenangannya kepada
makanan, minuman, nikah, pakaian, persaudaraan serta persahabatan dan yang
semisalnya.
Cinta-cinta yang demikian termasuk dalam kategori cinta yang
manusiawi yang diperbolehkan. Jika kecintaanya tersebut membantunya untuk
mencintai dan mentaati Allah maka kecintaan tersebut termasuk ketaatan kepada
Allah, demikian pula sebaliknya.
KEUTAMAAN MENCINTAI ALLAH
1. Merupakan Pokok dan inti tauhid
Berkata Syaikh Abdurrahman bin Nashir Al-Sa'dy, "Pokok
tauhid dan inti-sarinya ialah ikhlas dan cinta kepada Allah semata. Dan itu
merupakan pokok dalam peng- ilah-an dan penyembahan bahkan merupakan
hakikat ibadah yang tidak akan sempurna tauhid seseorang kecuali dengan
menyempurnakan kecintaan kepada Rabb-nya dan menye-rahkan seluruh unsur-unsur
kecintaan kepada-Nya sehingga ia berhukum hanya kepada Allah dengan menjadikan
kecintaan kepada hamba mengikuti kecintaan kepada Allah yang dengannya seorang
hamba akan mendapatkan kebahagiaan dan ketenteraman. (Al-Qaulus Sadid,hal 110)
2. Merupakan kebutuhan yang sangat besar melebihi makan, minum,
nikah dan sebagainya.
Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah berkata: "Didalam hati manusia
ada rasa cinta terhadap sesuatu yang ia sembah dan ia ibadahi ,ini merupakan
tonggak untuk tegak dan kokohnya hati seseorang serta baiknya jiwa mereka.
Sebagaimana pula mereka juga memiliki rasa cinta terhadap apa yang ia makan,
minum, menikah dan lain-lain yang dengan semua ini kehidupan menjadi baik dan
lengkap.Dan kebutuhan manusia kepada penuhanan lebih besar daripada
kebutuhan akan makan, karena jika manusia tidak makan maka hanya akan merusak
jasmaninya, tetapi jika tidak mentuhankan sesuatu maka akan merusak
jiwa/ruhnya. (Jami' Ar-Rasail Ibnu Taymiyah 2/230)
3. Sebagai hiburan ketika tertimpa musibah
Berkata Ibn Qayyim, "Sesungguh-nya orang yang mencintai
sesuatu akan mendapatkan lezatnya cinta manakala yang ia cintai itu bisa
membuat lupa dari musibah yang menimpanya. Ia tidak merasa bahwa itu semua
adalah musibah, walau kebanyakan orang merasakannya sebagai musibah. Bahkan
semakin menguatlah kecintaan itu sehingga ia semakin menikmati dan meresapi
musibah yang ditimpakan oleh Dzat yang ia cintai. (Madarijus-Salikin 3/38).
4. Menghalangi dari perbuatan maksiat.
Berkata Ibnu Qayyim (ketika menjelaskan tentang cinta kepada
Allah): "Bahwa ia merupakan sebab yang paling kuat untuk bisa bersabar
sehingga tidak menyelisihi dan bermaksiat kepada-Nya. Karena sesungguhnya
seseorang pasti akan mentaati sesuatu yang dicintainya; dan setiap kali
bertambah kekuatan cintanya maka itu berkonsekuensi lebih kuat untuk taat
kepada-Nya, tidak me-nyelisihi dan bermaksiat kepada-Nya.
Menyelisihi perintah Allah dan bermaksiat kepada-Nya hanyalah bersumber dari
hati yang lemah rasa cintanya kepada Allah.Dan ada perbeda-an antara orang yang
tidak bermaksiat karena takut kepada tuannya dengan yang tidak bermaksiat
karena mencintainya.
Sampai pada ucapan beliau, "Maka seorang yang tulus dalam cintanya, ia
akan merasa diawasi oleh yang dicintainya yang selalu menyertai hati dan
raganya.Dan diantara tanda cinta yang tulus ialah ia merasa terus-menerus
kehadiran kekasihnya yang mengawasi perbuatannya. (Thariqul Hijratain, hal
449-450)
5. Cinta kepada Allah akan menghilangkan perasaan was-was.
Berkata Ibnu Qayyim, "Antara cinta dan perasaan was-was
terdapat perbe-daan dan pertentangan yang besar sebagaimana perbedaan antara
ingat dan lalai, maka cinta yang menghujam di hati akan menghilangkan
keragu-raguan terhadap yang dicintainya.
Dan orang yang tulus cintanya dia akan terbebas dari perasaan was-was karena
hatinya tersibukkan dengan kehadiran Dzat yang dicintainya tersebut. Dan
tidaklah muncul perasaan was-was kecuali terhadap orang yang lalai dan
berpaling dari dzikir kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala , dan tidaklah mungkin
cinta kepada Allah bersatu dengan sikap was-was. (Madarijus-Salikin 3/38)
6. Merupakan kesempurnaan nikmat dan puncak kesenangan.
Berkata Ibn Qayyim, "Adapun mencintai Rabb Subhannahu wa
Ta'ala maka keadaannya tidaklah sama dengan keadaan mencin-tai selain-Nya
karena tidak ada yang paling dicintai hati selain Pencipta dan Pengaturnya;
Dialah sesembahannya yang diibadahi, Walinya, Rabb-nya, Pengaturnya, Pemberi
rizkinya, yang mematikan dan menghidupkannya. Maka dengan mencintai Allah
Subhannahu wa Ta'ala akan menenteramkan hati, menghidupkan ruh, kebaikan bagi
jiwa menguatkan hati dan menyinari akal dan menyenangkan pandangan, dan menjadi
kayalah batin. Maka tidak ada yang lebih nikmat dan lebih segalanya bagi hati
yang bersih, bagi ruh yang baik dan bagi akal yang suci daripada mencintai
Allah dan rindu untuk bertemu dengan-Nya.
Kalau hati sudah merasakan manisnya cinta kepada Allah maka hal itu tidak akan
terkalahkan dengan mencintai dan menyenangi selain-Nya. Dan setiap kali
bertambah kecintaannya maka akan bertambah pula pengham-baan, ketundukan dan
ketaatan kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala dan membebaskan diri dari
penghambaan, ketundukan ketaatan kepada selain-Nya."(Ighatsatul-Lahfan,
hal 567)
ORANG-ORANG YANG DICINTAI ALLAH Subhannahu wa Ta'ala
Allah Subhannahu wa Ta'ala mencintai dan dicintai. Allah
Subhannahu wa Ta'ala berfirman di dalam surat Al-Ma'idah: 54, yang
artinya: "Maka Allah akan mendatangkan satu kaum yang Allah mencintai
mereka dan merekapun mencintai Allah."
Mereka yang dicintai Allah Subhannahu wa Ta'ala :
·
Attawabun (orang-orang yang bertau-bat), Al-Mutathahhirun (suka
bersuci), Al-Muttaqun (bertaqwa), Al-Muhsinun (suka berbuat baik)
Shabirun (bersa-bar), Al-Mutawakkilun (bertawakal ke-pada Allah) Al-Muqsithun
(berbuat adil).
·
Orang-orang
yang berperang di jalan Allah dalam satu barisan seakan-akan mereka satu
bangunan yang kokoh.
·
Orang
yang berkasih-sayang, lembut kepada orang mukmin.
·
Orang
yang menampakkan izzah/kehormatan diri kaum muslimin di hadapan
orang-orang kafir.
·
Orang
yang berjihad (bersungguh-sungguh) di jalan Allah.
·
Orang
yang tidak takut dicela manusia karena beramal dengan sunnah.
·
Orang
yang berusaha mendekatkan diri kepada Allah dengan ibadah sunnah setelah
menyelesaikan ibadah wajib.
SEBAB-SEBAB UNTUK MENDAPATKAN CINTA ALLAH Subhannahu wa Ta'ala
o
Membaca
Al-Qur'an dengan memikir-kan dan memahami maknanya.
o
Berusaha
mendekatkan diri kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala dengan ibadah sunnah
setelah menyelesaikan ibadah yang wajib.
o
Selalu
mengingat Allah Subhannahu wa Ta'ala , baik de-ngan lisan, hati maupun dengan
anggota badan dalam setiap keadaan.
o
Lebih
mengutamakan untuk mencintai Allah Subhannahu wa Ta'ala daripada dirinya
ketika hawa nafsunya menguasai dirinya.
o
Memahami
dan mendalami dengan hati tentang nama dan sifat-sifat Allah.
o
Melihat
kebaikan dan nikmatNya baik yang lahir maupun yang batin.
o
Merasakan
kehinaan dan kerendahan hati di hadapan Allah.
o
Beribadah
kepada Allah pada waktu sepertiga malam terakhir (di saat Allah turun ke langit
dunia) untuk bermunajat kepadaNya, membaca Al-Qur'an , merenung dengan hati
serta mempelajari adab dalam beribadah di hadapan Allah kemudian ditutup dengan
istighfar dan taubat.
o
Duduk
dengan orang-orang yang memiliki kecintaan yang tulus kepada Allah dari para
ulama dan da'i, mendengar-kan dan mengambil nasihat mereka serta tidak
berbicara kecuali pembica-raan yang baik.
o
Menjauhi/menghilangkan
hal-hal yang menghalangi hati dari mengingat Allah Subhannahu wa Ta'ala .
(Disadur dari kalimat mutanawwi'ah fi abwab mutafarriqah
karya Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd oleh Abu Muhammad).